KOPI
Dialah sajak tentang Puisi
Yang penuh Inspirasi saat sendiri
tentang cerita hidup maupun mati
ketika malam tak mampu meyentuh pagi
Dia mampu menemani rusuk kiri
Medische Laboratorium Technologie Ambon,Maluku
Rinduku pun kelabu, Ibu/ Tapi empedu di kerongkongan/ Ibu pun takkan kenal wajahku sekarang/ Tak akan ada yang tanyakan anakmu, Ibu/ Kalau pun pulang takkan dipinang…Dari puisi ini, kita sudah melihat benih-benih ide Leon mengenai pengembaraan, tapi manifesto pengembaraan Leon saya kira baru dihasilkannya 8 tahun kemudian, melalui puisi “Mengembara”. Bagi saya, “Mengembara” adalah sajak dengan sikap modernisme yang khas, di mana pengembaraan dipandang dengan heroik. Di satu sisi, Leon memosisikan pengembaraan sebagai sebuah “dosa” tapi pada sisi lainnya, ia menerimanya dengan senang hati. Melalui sikap ambigu semacam inilah individu lahir sebagai sosok yang heroik, karena ia menerima luka dengan suka.
Dengan mesra kusandang dosa itu/ Sudah diamanatkan bagiku: mengembara/ Bagi hasratku yang berjalan jauh// Hingga sudah biasa aku berpisah/ Nafas damai dan dan tidur yang nikmat/ Khianat diterima tanpa kesumat…Ditulis di sebuah penjara di Pekanbaru, tempat Leon pernah dikurung selama 7 bulan, “Mengembara” mengingatkan saya pada sajak “Aku” Chairil Anwar. Dua sajak itu, bagi saya, punya pendirian yang mirip, di mana individu dengan bangga menerima sesuatu yang menyakitkan. Saat Chairil dengan bangga berteriak “aku ini binatang jalan, dari kumpulannya terbuang”, Leon berkata “dengan mesra kusandang dosa itu”.