BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Patologi anatomi adalah
spesialisasi medis yang berurusan dengan
diagnosis penyakit berdasarkan pada pemeriksaan kasar, mikroskopik, dan
molekuler atas organ, jaringan, dan sel dengan pengecatan khusus dan
imunohistokimia yang dimanfaatkan untuk memvisualisasikan protein khusus dan
zat lain pada dan disekeliling sel. Histopatologi adalah cabang biologi yang
mempelajari kondisi dan fungsi jaringan
dalam hubungannya dengan penyakit dan merupakan salah satu pertimbangan dalam
penegakan diagnosis adalah melalui hasil pengamatan terhadap jaringan yang
diduga terganggu (Hastuti, 2011).
Histopatologi dapat
dilakukan dengan mengambil sampel jaringan (misalnya seperti dalam penentuan
kanker payudara) atau dengan mengamati jaringan setelah kematian terjadi. Dengan
membandingkan kondisi jaringan sehat terhadap jaringan sampel dapat diketahui
apakah suatu penyakit yang diduga benar-benar menyerang atau tidak. Ilmu ini
dipelajari dalam semua bidang patologi, baik manusia, hewan maupun tumbuhan
(Key, 2006).
Pembuatan sajian
histologi yang bersifat massal dan banyak biasanya dilakukan oleh teknisi
laboratorium tetapi harus dikontrol oleh staf pengajar sehingga kualitas sajian
histologi yang dihasilkan akan dapat senantiasa dikontrol.
Setelah jaringan atau
organ tubuh yang akan dibuat sajian histologi diisolasi dari sumbernya, jaringan
tubuh tersebut kemudian diproses hingga menjadi sajian histologi (Hastuti,
2011).
Pengawetan atau fiksasi
adalah stabilisasi unsur penting pada jaringan sehingga unsur tersebut tidak
terlarut, berpindah, atau terdistorsi selama prosedur selanjutnya. Fiksasi yang
benar adalah dasar dari semua sajian histologi yang baik. Dalam makalah ini
saya akan membahas tentang macam-macam zat yang sering digunakan untuk fiksasi
beserta kelebihan dan kekurangan masing-masing zat tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah
yang saya ambil yaitu:
a. Apakah
pengertian dari fiksasi jaringan ?
b. Apakah
manfaat dan tujuan fiksasi terhadap jaringan ?
c. Bagaimaa
efek fiksasi terhadap jaringan ?
d. Apa
saja macam-macam fiksasi.
e. Apa
saja jenis larutan fiksasi ?
f. Apakah
pengaruh fiksasi terhadap pewarnaan ?
1.3
Tujuan Makalah
Tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut
:
a. Menjelaskan
pengertian dari fiksasi jaringan.
b. Mengetahui
manfaat dan tujuan fiksasi terhadap jaringan.
c. Mengetahui
efek fiksasi terhadap jaringan.
d. Mengetahui
macam-macam fiksasi.
e. Mengetahui
jenis larutan fiksasi.
f. Mengetahui
pengaruh fiksasi terhadap pewarnaan..
1.4
Manfaat Makalah
a. Bagi
Peneliti
Menambah wawasan dan pengetahuan tentang pemeriksaan
fiksasi jaringan dalam pembuatan preparat histologi.
b. Bagi
Akademik
Menambah kepustakaan bagi akademik dan diharapkan
menjadi referensi untuk tugas selanjutnya.
c. Bagi
Masyarakat
Menambah pengetahuan bagi masyarakat khususnya
tentang pembuatan preparat histologi.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Definisi Histologi
Histologi adalah bidang biologi yang
mempelajari tentang struktur jaringan secara detail menggunakan mikroskop pada
sediaan jaringan yang dipotong tipis. Histologi dapat juga disebut sebagai ilmu
anatomi mikroskopis. Bidang biologi ini amat berguna dalam keakuratan diagnosis
tumor dan berbagai penyakit lain yang sampelnya memerlukan pemeriksaan histologis
(Hastuti, 2011).
2.2 Definisi Histoteknik
Histoteknik adalah
metoda atau cara atau proses untuk membuat sajian histologi dari spesimen
tertentu melalui suatu rangkaian proses hingga menjadi sajian yang siap untuk
diamati atau dianalisa (Hastuti, 2011).
2.3 Proses Pembuatan Sajian Histologi
Rangkaian proses pembuatan sajian histologi terdiri
atas (Key, 2006).:
a. Fiksasi
(Fixation)
b. Dehidrasi
(Dehydration)
c. Pembeningan
(Clearing)
d. Pembenaman
(Impregnasi/Embedding)
e. Pengecoran
(Blocking)
f. Pemotongan
jaringan (Sectioning)
g. Pewarnaan
(Staining)
h. Perekatan
(Mounting)
i. Pelabelan
(Labelling)
BAB III
PEMBAHASAN
3.1
Definisi Fiksasi
Fiksasi
jaringan adalah proses mengawetkan jaringan agar awet dan kondisinya sama
seperti hidup. Dilakukan dengan merendam jaringan ke lartutan fiksasi (volume
min 10x besar jar) selama 24 jam (Mikel,
2004).
Pengawetan
(fiksasi) adalah stabilitasi unsur penting pada jarimgan sehingga unsur
tersebut tidak terlarut, berpindah, atau terdistorsi selama prosedur
selanjutnya. Fiksasi yang benar adalah dasar dari semua preparat yang baik.
Efek fiksasi terhadap jaringan yang diproses adalah menghambat proses pembusukan
dan autolysis, pengawetan jaringan, pengerasan jaringan, pemadatan koloid,
diferesiansi optic, dan berpengaruh terhadap pewarnaan. Sejumlah factor akan
mempengaruhi proses pengawetan yaitu dapar, penetrasi, volume pengawet,
konsentrasi, interval waktu, suhu, dan jenis larutan pengawet (Sipahutar, 2009).
3.2 Manfaat dan Tujuan Fiksasi
Fiksasi
terhadap jaringan harus dilakukan secepat mungkin, segera setelah jaringan
hewan atau manusia diambil dari tubuhnya dengan tujuan (Mikel, 2004) :
a. Mencegah
terjadinya proses autolisis yaitu larutnya sel yang diakibatkan oleh proses –
proses yang dipengaruhi enzim dari dalam sel itu sendiri.
b. Mencegah
proses pembusukan yaitu proses penghancuran jaringan yang diakibatkan oleh
aktifitas bakteri dan biasanya disertai dengan pembentukan gas.
c. Memadatkan
dan mengeraskan agar mudah untuk dipotong. Untuk jaringan yang lunak seperti
jaringan otak akan sulit dipotong jika tanpa dilakukan oleh cairan fiksasi.
d. Memadatkan
cairan koloid, mengubah konsistensi dari bahan seperti cairan yang terdapat
didalam jaringan menjadi konsistensi lebih padat.
e. Mencegah
keruskan struktur jaringan. Dengan proses masuknya cairan fiksasi kedalam sel
lewat membran sel yang bersifat semipermeabel secara osmosis atau penyerapan.
3.3 Efek Fiksasi Pada Jaringan
Beberapa
efek fiksasi pada sampel yang berupa jaringan, yaitu (Mikel, 2004) :
a. Menghambat
proses pembusukan dan autolysis
Fiksasi akan menghambat terjadinya pembusukan yang
disebabkan oleh kuman pembusuk dari dalam atau luar tubuh. Waktu pembusukan
untuk setiap jaringan/organ adalah berbeda tergantung pada konsistensi dan
kandungan unsur penyusun jaringan. Usus dan otak sangat rentan terhadap proses
pembusukan dibandingkan dengan jaringan tubuh lainnya. Pembusukan sering
disertai oleh pembentukan gas yang berbau.
Autolisis adalah proses kerusakan jaringan tubuh
yang disebabkan enzim-enzim proteolitik yang terdapat pada sel/jaringan
tersebut. Proses proteolitik ini akan lebih cepat terjadi pada suhu tropik (24
– 36°C). Proses proteolitik juga lebih mudah terjadi di negeri tropis dibanding
dengan negeri iklim sub tropik. Untuk menghindari proses pembusukan dan
autolisis, jaringan harus segera dimasukkan ke dalam cairan fiksasi segera
setelah kematian atau diambil dari tubuh. Bila keadaan ini tidak memungkinkan,
jaringan dapat disimpan sementara dengan dibekukan dalam ruang bertemperatur
dingin (freezer, -20°C) atau dengan nitrogen cair (-70°C)
b. Pengawetan
jaringan
c. Pengerasan
jaringan
d. Pemadatan
koloid
e. Fiksasi
akan mengubah konsistensi sel yang setengah cair (sol) menjadi lebih padat
(gel).
f. Diferensiasi
optic
Fiksasi akan mengubah indeks refraksi berbagai unsur
sel dan jaringan. Sebelum diwarnai, struktur jaringan yang telah difiksasi akan
lebih mudah dilihat dibandingkan dengan struktur jaringan yang belum difiksasi.
3.4 Macam Cara Pengawetan Jaringan
Cara melakukan pengawetan jaringan ada 3 macam,
yaitu (Sipahutar, 2009) :
a. Supravital/intravital;
Teknik
ini memungkinkan fiksatif mencapai seluruh jaringan dengan lebih cepat karena
fiksatif dialirkan ke seluruh tubuh melalui perfusi dengan mesin perfusi. Alat
yang digunakan adalah mesin perfusi, wing needle, selang infus. Bahan yang
digunakan adalah NaCl fisiologis dan larutan pengawet.
Cara
mengerjakannya adalah sebagai berikut : wing needle ditusuk ke ventrikel kiri.
Alirkan NaCl fisiologis secukupnya. Buat guntingan/lubang pada atrium kanan.
NaCl fisiologis dialirkan secukupnya lalu diganti dengan fiksatif yang sesuai.
Mesin perfusi akan mengambil alih fungsi jantung untuk mengalirkan fiksatif
melalui pembuluh darah. Fiksasi dilakukan hingga hewan menjadi kaku. Pada tikus
(rat), hal tersebut ditandai dengan kakunya ekor tikus. Selanjutnya jaringan
yang diinginkan diambil dan difiksasi rendam. Jika anda tidak memiliki mesin
perfusi, gunakan tekanan hidrostatik dengan meninggikan botol berisi larutan
fiksasi dalam posisi cukup tinggi seperti melakukan infuse.
b. Merendam
dalam larutan fiksatif.

Gambar
1.
Merendam jaringan dalam larutan pengawet
(Sipahutar,
2009).
c. Fiksasi kering
Sewaktu secret masih segar semprotkan segera
hairspray atau alcohol 95% spray pada obyekglass yang mengandung apusan
secret dengan jarak 10-15 cm sebanyak
2-4x semprot keringkan di udara terbuka 5-10 menit.
3.5 Jenis-Jenis Larutan Fiksasi
Macam-macam larutan fiksasi
dibedakan menjadi dua yaitu larutan fiksatif sederhana dan larutan fiksatif
majemuk atau campuran (Morgan et al.,
2010) :
3.5.1 Larutan
Fiksatif Sederhana
Hanya
mengandung satu macam zat saja. Contohnya, yaitu :
a.
Etanol 70-100 %.
Fiksasi ini biasanya digunakan untuk sajian apusan
dan tidak digunakan untuk fiksasi jaringan, sebab larutan fiksatif ini
mempunyai daya penetrasi yang lambat ke dalam jaringan dan cenderung
mengeraskan jaringan bila jaringan direndam terlalu lama di dalam larutan
fiksasi ini. Larutan ini memfiksasi jaringan dengan cara mendenaturasi protein
dan mempresipitasi glikogen. Apabila fiksatif ini dicampur dengan reagen
lainnya seperti larutan Carnoy, fiksasi berlangsung cepat. Untuk keperluan
imunositokimia, larutan metanol absolut dan aseton absolute dengan perbandingan
sama dalam suhu -20° C sering digunakan.
b. Formaldehyde
4-10%
Larutan formalin merupakan cairan fiksasi yang
paling umum digunakan. Larutan formalin yang digunakan adalah formalin 10%.
Formula yang digunakan adalah :
Formalin (Formaldehida
40%)..................................................... 10 ml
Air
..............................................................................................
90 ml
Formaldehida 40% adalah gas yang larut dalam air
dengan volume 40% dari total berat larutan. Larutan jenuh ini secara komersial
diperdagangkan sebagai formalin atau formaldehyde 40%. Telah disepakati bahwa
yang dimaksud dengan formaldehyde 40% sama dengan larutan jenuh gas
formaldehida dalam akuades.
Formalin terutama terdapat dalam bentuk polimer dari
formaldehida. Bentuk ini tak dapat digunakan untuk fiksasi; yang dapat
digunakan adalah bentuk monomernya. Untuk menghasilkan formalin dalam bentuk
monomer diperlukan waktu, kecuali bila pH larutan dibuat netral atau sedikit
alkalis, karena kecepatan depolarisasi tergantung pada pH. Jadi jangan
sekalikali menggunakan formalin 10% yang baru dibuat karena jaringan akan
membusuk sebelum terfiksasi dengan baik. Selain itu formalin bersifat asam
karena mengandung asam formiat akibat oksidasi formaldehida. Oleh sebab itu
larutan formalin 10% harus dibuat netral atau sedikit alkalis dengan
menggunakan larutan dapar fosfat dengan pH 7,2 sebagai pelarut, atau dengan
menambahkan kalsium asetat. Larutan yang paling mudah dan murah adalah larutan formalsaline
dengan formula :
Formalin (40% formaldehyde)
................................................. 100 ml
Natrium klorida
(NaCl).............................................................. 9 gram
Aquades....................................................................................
900 ml
Larutan dapar formalin 10% yang sering digunakan
adalah :
Formal Calcium
Formalin (40% formaldehyde)
...................................................... 10 ml
Kalsium asetat
..................................................................................
2 gr
Aquades
...................................................................................
ad 100ml
Formal
Calcium
Formalin (40% formaldehyde).......................................................
10 ml
Kalsium klorida
........'.......................................................................
2 gr
Aquades
...................................................................................ad
100 ml
Neutral Buffered Formalin
Formalin
........................................................................................
10 ml
Acid sodium phosphate monohydrate
......................................... 0,40 gr
Anhydrous disodium phosphate ..................................................
0,65 gr
Aquades
...................................................................................ad
100 ml
Buffered Formalin Sucrose
Formalin
........................................................................................
10 ml
Sukrosa..........................................................................................
7,5 gr
Phosphate buffer saline (pH
7,4).............................................ad 100 ml
Cairan formalin akan mengawetkan struktur halus (fine structure) dengan sangat baik,
fosfolipida, dan beberapa enzim. Cairan ini sangat dianjurkan untuk dipakai
pada penelitian gabungan sitokimia dan mikroskopi elektron. Untuk mendapatkan
hasil terbaik, jaringan harus didinginkan dalam refrigerator (4° C).
1. Kelebihan
larutan fiksatif formalin
a. Merupakan
cairan pengawet umum ;
b. pH
mendekati netral;
c. Pigmen
formalin (acid formaldehyde haematin) tidak terbentuk.
Pembentukan pigmen formalin akan terjadi bila
terdapat interaksi antara larutan formalin ber-pH asam dengan hemoglobin atau
produknya. Pigmen formalin sering dijumpai pada organ yang mengandung banyak
darah seperti hati, limpa, dan sumsum tulang. Pigmen formalin dapat dihilangkan
dengan perlakuan asam pikrat-alkohol atau larutan alkohol 1% dalam natrium
hidroksida (NaOH) saat rehidrasi irisan jaringan. Larutan Asam Pikrat-Alkohol
(rendam selama ½ - 2 jam)
Larutan asam pikrat jenuh dalam alkohol
70%...................85 ml
Alkohol
70%.......................................................................15 ml
d. Potongan
jaringan dapat ditinggalkan di dalam cairan formal-saline untuk jangka waktu
lama (dapat sampai 1 tahun) tanpa ada perubahan yang berarti ;
e. Bila
diperlukan, jaringan yang direndam dalam cairan fiksatif ini dapat diambil dan
dimasukkan ke dalam cairan fiksatif lain.
2.
Kekurangan larutan fiksatif formalin
adalah:
a. Jaringan
yang difiksasi dengan cara rendam memerlukan waktu sedikitnya 24 jam baru dapat
diproses.
b. Terjadi
pengerutan pada jaringan. Pengerutan ini tidak disebabkan fiksatif formalin
(yang menimbulkan sedikit pembengkakan) namun oleh alkohol dalam proses
dehidrasi.
c. Formaline-saline
menjadi asam saat disimpan lama karena formaldehida teroksidasi menjadi asam
format. Jaringan yang disimpan beberapa bulan sering gagal menghasilkan
pewarnaan yang baik.
c. Asam
asetat 0,3-5% ; Asam pikrat ; asam Chromiat 0,5-1 %.
Fiksasi ini digunakan untuk mendemonstrasikan
glikogen. Larutan ini akan mencegah karbohidrat menjadi larut sebelum unsur
protein selesai difiksasi. Karena formalin dan alkohol merupakan zat dengan
penetrasi cepat, larutan ini merupakan fiksatif yang kerjanya cepat. Jaringan
dengan ketebalan 5 mm selesai difiksasi dalam 4 jam. Asam asetat tidak pernah
digunakan sendiri karena efek pembengkakan pada serat kolagen, tetapi ia
digunakan untuk meniadakan pengerutan yang disebabkan oleh reagen lainnya. Asam
asetat dapat memresipitasi nukleoprotein namun asam asetat juga mampu
merusak/menghancurkan mitokondria dan aparatus Golgi.
Formula larutan fiksatif ini adalah:
Formalin
..........................................................................................
5 ml
Asam asetat glasial
.......................................................................... 5 ml
Alkohol 70% .................................................................................
90 ml
3.5.2 Larutan
Fiksatif Majemuk atau campuran.
Mengandung
lebih dari satu macam zat. Contohnya yaitu :
a. Larutan
Bouin (asam pikrat, formalin dan asam asetat glasial).
Cairan
fiksasi ini mengandung larutan asam pikrat jenuh. Asam pikrat merupakan zat
Berbentuk
serbuk bewarna kuning seperti kunyit. Asam pikrat mudah meledak dalam keadaan
kering sehingga harus disimpan dalam keadaan lembab. Asam pikrat jenuh dibuat
dengan cara melarutkan serbuk asam pikrat dalam air hingga jenuh (terdapat
endapan serbuk pikrat di dasar larutan). Asam pikrat mempresipitasikan protein
dengan membentuk ikatan pikrat-protein. Asam pikrat menyebabkan rusaknya
eritrosit, karena menghilangkan fe3+ terutama bila fe3+
berada dalam jumlah sedikit, namun dapat melindungi rna dari proses perusakan
oleh enzim ribonuklease.
1.
Kelebihan dari larutan Bouin adalah:
a. Mempunyai
daya penetrasi yang cepat dan merata, tetapi dapat menyebabkan terjadinya
sedikit pengerutan. Untuk mengatasi hal ini, ke dalam larutan Bouin biasanya
ditambahkan asam asetat glasial sesaat sebelum dipakai. Waktu fiksasi cepat
yaitu 24 jam, tetapi potongan kecil dengan ketebalan kurang dari 2-3 mm dapat
selesai difiksasi dalam 2-3 jam. Jika jaringan difiksasi lebih lama dari 24 jam,
jaringan akan menjadi rapuh dan sulit diiris. Penyimpanan yang lama dalam
etanol 70% dapat mengakibatkan pengerutan jaringan. Asam asetat glasial sendiri
mempunyai kemampuan untuk fiksasi meskipun rendah. Asam asetat glasial biasanya
digunakan bersama-sama dengan larutan fiksatif lain dan berfungsi untuk
meniadakan pengerutan yang disebabkan oleh larutan lainnya. Nukleoprotein
dipresipitasi oleh asam asetat dan sering ditambahkan pada zat warna
hematoksilin agar nukleus tampak jelas dan tajam. Jaringan yang telah difiksasi
sebaiknya dipindahkan ke etanol 70%. Penyimpanan yang lama dalam etanol 70%
dapat mengakibatkan pengerutan jaringan.
b. Memberikan
warna cemerlang bila diwarnai dengan metoda trichrome.
c. Sangat
baik untuk memperlihatkan nukleus dan kromosom seperti pada sel benih testis
dan ovum, embrio, dan kulit.
d. Warna
kuning membuat jaringan mudah dilihat saat perendaman dan pengirisan jaringan.
2.
Kekurangan dari larutan Bouin adalah:
a. Jaringan
yang difiksasi dengan larutan Bouin harus segera dilakukan proses dehidrasi
setelah 24 jam. Bila jaringan direndam terlalu lama (>24 jam) dapat
menyebabkan kerapuhan pada jaringan sehingga tidak mungkin untuk dipotong
dengan mikrotom secara baik.
Warna kuning pada jaringan akibat kelebihan pikrat.
Untuk menghilangkan warna kuning, jaringan harus dicelup dalam alkohol atau
dengan mencucinya dalam air kran semalam. Oleh karena terbentuk beberapa ikatan
pikrat yang larut dalam air, jaringan harus segera dipindahkan ke dalam
alkohol.
Formula larutan fiksatif Bouin adalah:
Larutan asam pikrat jenuh .............................................................
75 ml
Formalin (40% formaldehida)........................................................
25 ml
Bila akan digunakan, tambahkan " asam asetat
glasial" ................. 5 ml
b. Larutan Zenker (merkuri chlorida, potassium
dichromate, aquadest).
Larutan fiksatif Zenker mengandung merkuri klorida
yang berfungsi untuk mempresipitasi protein. Merkuri klorida akan mengikat
gugus asam protein dan gugus asam fosfat nukleoprotein, dan juga bereaksi
secara khusus dengan gugus tiol (−SH).
1. Kelebihan dari larutan fiksatif Zenker adalah:
a. Daya
fiksasinya cepat dan kuat, tetapi kecepatan penetrasinya berkurang setelah
meresap sejauh beberapa milimeter pertama dan potongan jaringan yang melebihi
ketebalan 5 mm pada umumnya cenderung untuk menjadi keras (rapuh), overfixed di
bagian pinggir sementara di bagian tengah menjadi lunak karena underfixed.
Untuk mengatasi hal tersebut larutan fiksatif ini biasanya dikombinasi dengan asam
asetat, formalin, kalium dikromat, dan sebagainya. Waktu fiksasi umunya 6-24
jam.
b. Fiksatif
ini sangat baik untuk fiksasi sumsum tulang dan limpa serta organ lain yang
banyak mengandung darah seperti jantung dan otot
c. Warna
sitoplasma jaringan yang difiksasi dengan larutan fiksatif ini akan lebih
cemerlang.
2. Kekurangan dari larutan fiksatif Zenker adalah:
a. Pemaparan
jaringan di dalam larutan fiksatif ini yang melebihi waktu yang ditentukan akan
mengakibatkan jaringan menjadi rapuh (keras), overfixed di bagian perifer dan
underfixed di tengahnya. Jaringan seperti ini tidak dapat dipotong dengan
mikrotom.
Formula larutan Zenker adalah sebagai berikut :
Merkuri
klorida..................................................................................
5 gr
Kalium
dikromat…….....................................................................
2,5 gr
Natrium
sulfat.....................................................................................
1 gr
Akuades....................................................................................
ad 100 ml
Tambahkan formalin segera sebelum pemakaian..............................
5 ml
3.6 Pengaruh Fiksasi Terhadap Pewarnaan
Cairan fiksasi dapat mempengaruhi
reaksi histokimia karena mengikat bagian reaktif jaringan. Ada sejumlah faktor
yang akan mempengaruhi proses pengawetan (Schichnes et al., 2007) :
a. Dapar
Pengawetan sebaiknya dikerjakan pada pH yang
mendekati netral, 6 – 8. Jaringan hipoksia menurunkan pH, sehingga harus
terdapat kapasitas dapar pada pengawet untuk mencegah keasaman yang berlebihan.
Keasaman memudahkan terbentuknya pigmen heme-formalin yang akan muncul sebagai
deposit hitam yang dapat terpolarisasi di jaringan. Dapar umum terdiri atas
fosfat, bikarbonat, kakodilat, dan veronal.
b. Penetrasi
Penetrasi jaringan bergantung pada kemampuan difusi
masing-masing fiksatif. Formalin dan alkohol adalah yang terbaik sementara
glutaraldehida adalah terjelek. Merkuri dan yang lainnya berada di antaranya.
Untuk mengatasi ini, jaringan diiris dengan ketipisan 3–5 mm. Jaringan yang
tipis akan lebih mudah dipenetrasi daripada jaringan tebal. Untuk pekerjaan
rutin, jaringan dapat dibuat dengan ketebalan hingga 1 cm. Dengan ketebalan
ini, diharapkan cairan fiksasi dapat dengan cepat memfiksasi seluruh jaringan.
Bila irisannya terlalu tebal, maka permukaan luarnya saja yang berhasil
difiksasi sedangkan bagian tengahnya dapat membusuk sebelum cairan fiksasi
sempat merembes/menginfiltrasi ke sana. Untuk mikroskopi elektron, ketebalan
irisan jaringan adalah 1 mm.
c. Volume
Pengawet
Volume pengawet adalah penting. Sebaiknya, volume
pengawet adalah 10 x volume jaringan yang difiksasi. Besarnya volume jaringan
menentukan volume fiksasi yang diperlukan sedangkan tebalnya jaringan
menentukan lamanya fiksasi. Panjang dan lebar jaringan umumnya ditentukan oleh
jenis mikrotom yang digunakan.
d. Konsentrasi
Konsentrasi pengawet sebaiknya diatur ke kadar
terendah yang mungkin, karena pertimbangan ekonomis. Konsentrasi formalin
terbaik adalah 10%, sedangkan glutaraldehida pada 0,25% - 4%. Konsentrasi yang
terlalu tinggi dapat menimbulkan artefak yang sama dengan panas yang
berlebihan.
e. Interval
Waktu
Jaringan yang didapat harus segera diawetkan.
Artefak akan timbul bila jaringan mengering, sehingga bila belum mendapat
pengawet, rendamlah dalam larutan garam fisiologis. Semakin lama jaringan
menunggu untuk diawetkan, semakin banyak kehilangan organel sel dan pengerutan
nukleus sehingga banyak artefak terbentuk.
f. Suhu
Peningkatan suhu, seperti reaksi kimia lainnya, akan
meningkatkan laju pengawetan. Ini tidak berarti bahwa anda dibenarkan untuk
merebus jaringan dalam bahan pengawet. Formalin yang panas akan mengawetkan
lebih cepat.
g. Jenis
Larutan Pengawet
Jenis larutan fiksasi yang akan digunakan bergantung
pada jenis unsur jaringan yang ingin didemonstrasikan dan pewarnaan yang akan
dilakukan.
BAB
IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Fiksasi jaringan adalah proses
mengawetkan jaringan agar awet dan kondisinya sama seperti hidup. Pengawetan
(fiksasi) adalah stabilitasi unsur penting pada jarimgan sehingga unsur
tersebut tidak terlarut, berpindah, atau terdistorsi selama prosedur
selanjutnya. Fiksasi yang benar adalah dasar dari semua preparat yang baik.
Efek fiksasi terhadap jaringan yang diproses adalah menghambat proses
pembusukan dan autolysis, pengawetan jaringan, pengerasan jaringan, pemadatan
koloid, diferesiansi optic, dan berpengaruh terhadap pewarnaan. Sejumlah faktor
akan mempengaruhi proses pengawetan yaitu dapar, penetrasi, volume pengawet,
konsentrasi, interval waktu, suhu, dan jenis larutan pengawet.
4.2 Saran
Dalam melakukan fiksasi hendaknya
memperhatikan volume larutan fiksatif, disarankan volume cairan fiksatif 10x
volume jaringan agar hasil dapat optimal. Hasil dari proses fiksasi ini
nantinya akan mempengaruhi hasi preparat histology yang dibuat.
DAFTAR
PUSTAKA
Morgan,J,P. Y. K. Liu, and J. A. Smith.
2010. Semi-Microtechnique for the Biochemical Characterization of Anaerobic
Bacteria. University of Toronto, Canada.315-318
Schichnes, Denis, Nemson, Jeffrey
A, and Ruzin, Teven A. 2007. Microwave
protocols for plant and animal paraffin microteqnique. The University Of
California at Barkeley, CNR Biologycal Imaging Facility, 51-53
Sipahutar, H. 2009. Dasar-dasar
teori mikroteknik teknik pembuatan sediaan histology. Medan : FMIPA UNIMED
Hastuti, N. 2011. Manfaat Pemeriksaan
Imunohisto(sito)kimia. Fakultas Kedokteran Universitas Jambi, Jambi.
Mikel UV. 2004. Advanced
laboratory methods in histologi and pathology. Washington, DC: Armed Forces
Institute of Pathology American Registry of Pathology. Chapter
1,Immunohistochemistry; p 1-40.
Key M. 2006. Immunohistochemical
staining methods. 4th ed, California, Carpinteria Dako.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar