BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Penyakit
infeksi masih merupakan penyebab utama tingginya angka kesakitan dan kematian
di dunia. Salah satu jenis infeksi adalah infeksi nosokomial. Infeksi ini
menyebabkan 1,4 juta kematian setiap hari di seluruh dunia. Infeksi nosokomial
itu sendiri dapat diartikan sebagai infeksi yang diperoleh seseorang selama di
rumah sakit.
Selama
10-20 tahun belakangan ini telah banyak penelitian yang dilakukan untuk mencari
masalah utama meningkatnya angka kejadian infeksi nosokomial dan di beberapa
Negara, kondisinya justru sangat memprihatinkan. Keadaan ini justru memperlama
waktu perawatan dan perubahan pengobatan dengan obat-obatan mahal akibat
resistensi kuman, serta penggunaan jasa di luar rumah sakit. Karena itu di
negara-negara miskin dan berkembang, pencegahan infeksi nosokomial lebih
diutamakan untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan pasien dirumah sakit.
Rumah
sakit sebagai tempat pengobatan, juga merupakan sarana pelayanan kesehatan yang
dapat menjadi sumber infeksi dimana orang sakit dirawat dan ditempatkan dalam
jarak yang sangat. Infeksi nosokomial dapat terjadi pada penderita, tenaga
kesehatan dan juga setiap orang yang datang ke rumah sakit. Infeksi yang ada di
pusat pelayanan kesehatan ini dapat ditularkan atau diperoleh melalui petugas
kesehatan, orang sakit, pengunjung yang berstatus karier atau karena kodisi
rumah sakit.
Penderita
yang sedang dalam proses asuhan perawatan di rumah sakit, baik dengan penyakit
dasar tunggal maupun penderita dengan penyakit dasar lebih dari satu, secara
umum keadaan umumnya tidak/kurang baik, sehingga daya tahan tubuh menurun. Hal
ini akan mempermudah terjadinya infeksi silang karena kuman-kuman, virus dan
sebagainya akan masuk ke dalam tubuh penderita yang sedang dalam proses asuhan
keperawatan dengan mudah. Infeksi yang terjadi pada setiap penderita yang
sedang dalam proses asuhan keperawatan ini disebut infeksi nosokomial.
1.2. Rumusan
Masalah
1.
Apa faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi nosokomial?
2.
Bagaimana cara penularan infeksi nosokimial ?
3. Penyakit apa saja yang disebabkan oleh
infeksi nosokomial serta dampaknya?
4. Bagaimana cara mencegah terjadinya
infeksi nosokimial ?
1.3. Tujuan
Tujuan
yang pertama adalah mengetahui dan memahami definisi dari infeksi nosokomial
lalu mengetahui bagaimana cara penularan, apa saja penyebab dan dampaknya.
Setelah itu upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk mengurangi kasus tersebut
melalui pengelolaan, pengendalian, dan pencegahannya.
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1
Tinjauan Pustaka
Infeksi Nosokomial Infeksi adalah
suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh yang disertai suatu gejala
klinis baik lokal maupun sistemik (Utama, 2006). Infeksi yang terjadi di rumah
sakit dan menyerang penderita-penderita yang sedang dalam proses asuhan
keperawatan, serta gejala-gejala yang dialami baru muncul selama seseorang itu
dirawat atau selesai dirawat disebut infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial
terjadi karena adanya transmisi mikroba patogen yang bersumber dari lingkungan
rumah sakit dan perangkatnya. Rumah sakit merupakan salah satu tempat dimana
kita dapat menemukan mikroba patogen. Rumah sakit merupakan depot bagi berbagai
macam panyakit yang berasal dari penderita maupun dari pengunjung yang bersifat
karier. Kuman penyakit ini dapat hidup dan berkembang di lingkungan rumah sakit
seperti udara, lantai, makanan, benda-benda medis ataupun non medis (Darmadi,
2008). Banyaknya mikroba patogen di rumah sakit disebabkan karena :
1. Rumah sakit merupakan
tempat perawatan segala macam jenis penyakit.
2. Rumah sakit merupakan
“gudangnya” mikroba patogen.
3. Mikroba patogen yang ada umumnya telah
kebal terhadap antibiotik
Bila
sanitasi rumah sakit tidak terjamin dengan baik, maka semakin besar risiko
terjadinya ancaman infeksi nosokomial pada penderita-penderita yang menjalani
proses perawatan.
Akibat
yang ditimbulkan oleh infeksi nosokomial cukup luas, baik untuk penderita dan
untuk rumah sakit. Infeksi nosokomial yang terjadi pada penderita.
2.2.
Definisi Infeksi Nosokomial
Infeksi
adalah proses dimana seseorang rentan (susceptible) terkena invasi agen patogen
atau infeksius yang tumbuh, berkembang biak dan menyebabkan sakit. Yang
dimaksud agen bisa berupa bakteri, virus, ricketsia, jamur, dan parasit.
Penyakit menular atau infeksius adalah penyakit tertentu yang dapat berpindah
dari satu orang ke orang lain baik secara langsung maupun tidak langsung.
Nosokomial
berasal dari bahasa Yunani, dari kata nosos yang artinya penyakit
dankomeo yang artinya merawat. Nosokomion berarti tempat untuk
merawat/rumah sakit. Jadi, infeksi nososkomial dapat diartikan sebagai infeksi
yang terjadi di rumah sakit.
Kriteria
infeksi berasal dari rumah sakit, yaitu :
1. Waktu mulai dirawat
tidak didapatkan tanda klinik infeksi dan tidak sedang dalam masa inkubasi infeksi
tertentu.
2. Infeksi
timbul sekurang-kurangnya 72 jam sejak mulai dirawat.
3. Infeksi
terjadi pada pasien dengan masa perawatan lebih lama dari waktu inkubasi
infeksi tersebut.
4. Infeksi
terjadi setelah pasien pulang dan dapat dibuktikan berasal dari rumah sakit.
5. Infeksi
terjadi pada neonates yang didapatkan dari ibunya pada saat persalinan atau
selama perawatan di rumah sakit.
Sumber
infeksi nosokomial dapat berasal dari penderita sendiri, personil rumah
sakit (dokter/perawat), pengunjung maupun lingkungan.
2.3. Cara Penularan Infeksi Nosokomial
2.3.1.
Penularan secara kontak
Penularan
ini dapat terjadi secara kontak langsung, kontak tidak langsung dan droplet.
Kontak langsung terjadi bila sumber infeksi berhubungan langsung dengan
penjamu, misalnya person to person pada penularan infeksi virus
hepatitis A secara fecal oral. Kontak tidak langsung terjadi apabila
penularan membutuhkan objek perantara (biasanya benda mati). Hal ini terjadi karena
benda mati tersebut telah terkontaminasi oleh infeksi, misalnya kontaminasi
peralatan medis oleh mikroorganisme.
2.3.2. Penularan melalui Common
Vehicle
Penularan ini melalui benda mati yang telah
terkontaminasi oleh kuman dan dapat menyebabkan penyakit pada lebih dari satu
penjamu. Adapun jenis-jenis common vehicle adalah darah/produk darah,
cairan intra vena, obat-obatan dan sebagainya.
2.3.3. Penularan melalui udara dan inhalasi
Penularan
ini terjadi bila mikroorganisme mempunyai ukuran yang sangat kecil sehingga
dapat mengenai penjamu dalam jarak yang cukup jauh dan melalui saluran
pernafasan. Misalnya mikroorganisme yang terdapat dalam sel-sel kulit yang
terlepas (staphylococcus) dan tuberculosis.
2.3.4.
Penularan dengan perantara vektor
Penularan
ini dapat terjadi secara eksternal maupun internal. Disebut penularan secara
eksternal bila hanya terjadi pemindahan secara mekanis dari mikroorganisme yang
menempel pada tubuh vektor,
misalnya shigella dan salmonella oleh lalat.Penularan
secara internal bila mikroorganisme masuk ke dalam tubuh vektor dan dapat
terjadi perubahan secara biologis, misalnya parasit malaria dalam nyamuk atau
tidak mengalami perubahan biologis, misalnya yersenia pestis pada
ginjal (flea).
2.4.
Contoh Infeksi Nosokomial
2.4.1.
Infeksi Luka Operasi (ILO)
Merupakan
infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari paska operasi jika tidak
menggunakan implan atau dalam kurun waktu 1 tahun jika terdapat implan dan
infeksi tersebut memang tampak berhubungan dengan operasi dan melibatkan suatu
bagian anotomi tertentu (contoh, organ atau ruang) pada tempat insisi yang
dibuka atau dimanipulasi pada saat operasi dengan setidaknya terdapat salah
satu tanda :
1.
Keluar cairan
purulen dari drain organ dalam
2.
Didapat isolasi
bakteri dari organ dalam
3.
Ditemukan
abses
4.
Dinyatakan
infeksi oleh ahli bedah atau dokter
5.
Pencegahan ILO
harus dilakukan, karena jika tidak, akan mengakibakan semakin lamanya rawat
inap, peningkatan biaya pengobatan, terdapat resiko kecacatan dan kematian, dan
dapat mengakibatkan tuntutan pasien. Pencegahan itu sendiri harus dilakukan
oleh pasien, dokter dan timnya, perawat kamar operasi, perawat ruangan, dan
oleh nosocomial infection control team.
2.4.2.
Infeksi Saluran Kencing (ISK )
Infeksi
saluran kemih (ISK) adalah jenis infeksi yang sangat sering terjadi. ISK dapat
terjadi di saluran ginjal (ureter), kandung kemih (bladder), atau saluran
kencing bagian luar (uretra).
Bakteri
utama penyebab ISK adalah bakteri Escherichia coli (E. coli) yang banyak
terdapat pada tinja manusia dan biasa hidup di kolon. Wanita lebih rentan
terkena ISK karena uretra wanita lebih pendek daripada uretra pria sehingga
bakteri ini lebih mudah menjangkaunya. Infeksi juga dapat dipicu oleh batu di
saluran kencing yang menahan koloni kuman. Sebaliknya, ISK kronis juga dapat
menimbulkan batu.
Mikroorganisme lain yang bernama Klamidia dan
Mikoplasma juga dapat menyebabkan ISK pada laki-laki maupun perempuan, tetapi
cenderung hanya di uretra dan sistem reproduksi. Berbeda dengan E coli, kedua
bakteri itu dapat ditularkan secara seksual sehingga penanganannya harus
bersamaan pada suami dan istri.
2.4.2.1. Gejala
Penderita
ISK mungkin mengeluhkan hal-hal berikut:
1.
Sakit pada saat
atau setelah kencing
2.
Anyang-anyangan
(ingin kencing, tetapi tidak ada atau sedikit air seni yang keluar)
3.
Warna air seni
kental/pekat seperti air teh, kadang kemerahan bila ada darah
4.
Nyeri pada
pinggang
5.
Demam atau
menggigil, yang dapat menandakan infeksi telah mencapai ginjal (diiringi rasa
nyeri di sisi bawah belakang rusuk, mual atau muntah)
2.4.3. Bakterimia
Bakteremia
adalah keadaan dimana terdapatnya bakteri yang mampu hidup dalam aliran darah
secara sementara, hilang timbul atau menetap. Bakteremia merupakan infeksi
sistemik yang berbahaya karena dapat berlanjut menjadi sepsis yang angka
kematiannya cukup tinggi. Faktor risiko terjadinya bakteremia pada orang dewasa
antara lain lama perawatan di rumah sakit, tingkat keparahan penyakit,
komorbiditas, tindakan invasif, terapi antibiotika yang tidak tepat, terapi
imunosupresan, dan penggunaan steroid.
2.4.3.1. Gejala
Bakteremia
yang bersifat sementara jarang menyebabkan gejala karena tubuh biasanya dapat
membasmi sejumlah kecil bakteri dengan segera. Jika telah terjadi sepsis,
maka akan timbul gejala-gejala berikut:
1.
Demam
atau hipotermia (penurunan suhu tubuh)
2.
Hiperventilasi
3.
Menggigil
4.
Kulit teraba
hangat
5.
Ruam kulit
6.
Takikardi (peningkatan
denyut jantung)
7.
Mengigau atau
linglung
8.
Penurunan
produksi air kemih.
2.4.4. Infeksi
Saluran Napas (ISN)
Infeksi
saluran napas berdasarkan wilayah infeksinya terbagi menjadi infeksi
saluran napas atas dan infeksi saluran napas bawah. Infeksi saluran
napas atas meliputi rhinitis, sinusitis, faringitis, laringitis, epiglotitis,
tonsilitis, otitis. Sedangkan infeksi saluran napas bawah meliputi infeksi pada
bronkhus, alveoli seperti bronkhitis, bronkhiolitis, pneumonia.
Keadaan
rumah sakit yang tidak baik dapat menimbulkan infeksi saluran napas atas maupun
bawah. Infeksi saluran napas atas bila tidak diatasi dengan baik dapat berkembang
menyebabkan infeksi saluran nafas bawah. Infeksi saluran nafas atas yang paling
banyak terjadi serta perlunya penanganan dengan baik karena dampak
komplikasinya yang membahayakan adalah otitis, sinusitis, dan faringitis.
2.5. Dampak Infeksi Nosokomial
Infeksi
nosokomial memberikan dampak sebagai berikut :
1.Menyebabkan
cacat fungsional, stress emosional dan dapat menyebabkan cacat yang permanen serta kematian.
2. Dampak tertinggi pada negara
berkembang dengan prevalensi HIV/AIDS yang tinggi.
3. Meningkatkan biaya kesehatan diberbagai
negara yang tidak mampu dengan meningkatkan lama perawatan di rumah sakit,
pengobatan dengan obat-obat mahal dan penggunaan pelayanan lainnya, serta
tuntutan hukum.
2.6.
Pengelolaan Infeksi Nosokomial
Seperti diketahui, penderita yang terindikasi
harus menjalani proses asuhan keperawatan, yaitu penderita harus menjalani
observasi, tindakan medis akut, atau pengobatan yang berkesinambungan. Daya
tahan tubuh yang lemah sangat rentan terhadap infeksi penyakit. Masuk mikroba
atau transmisi mikroba ke penderita, tentunya berasal dari penderita, dimana
penderita menjalani proses asuhan keperawatan seperti :
1. Penderita
lain, yang juga sedang dalam proses perawatan
2. Petugas
pelaksana (dokter, perawat dan seterusnya)
3. Peralatan
medis yang digunakan
4. Tempat
(ruangan/bangsal/kamar) dimana penderita dirawat
5. Tempat/kamar dimana penderita
menjalani tindakan medis akut seperti kamar operasi dan kamar bersalin
6. Makanan
dan minuman yang disajikan
7. Lingkungan
rumah sakit secara umum
Semua
unsur diatas, besar atau kecil dapat memberi kontribusi terjadinya infeksi
nosokomial. Pencegahan melalui pengendalian infeksi nosokomial di rumah sakit
saat ini mutlak harus dilaksanakan oleh seluruh jajaran manajemen rumah sakit.
Dimulai dari direktur,, wakil direktur pelayanan medis, wakil direktur umum,
kepala UPF, para dokter, bidan/perawat, dll.
Objek pengendalian infeksi nosokomial adalah
mikroba patogen yang dapat berasal dari unsur-unsur di atas. Untuk dapat
mengendalikannya diperlukan adanya mekanisme kerja atau sistem yang bersifat
lintas sektoral/bagian dan diperlukan adanya sebuah wadah atau organisasi
di luar strktur organisasi rumah sakit yang telah ada. Dengan demikian
diharapkan adanya kemudahan berkomunikasi dan berkonsultasi langsung dengan
petugas pelaksana di setiap bagian/ruang/bangsal yang terindikasi adanya
infeksi nosokomial. Wadah atau organisasi ini adalah Panitia Medik
Pengendalian Infeksi. Pernyataan ini juga tercantum dalam Peraturan Menteri
Kesehatan RI nomor 755/Menkes/PER/IV/2011 tentang Penyelenggaraan Komite Medik
di Rumah Sakit.
Adanya sebuah organisasi dengan
tugas/pekerjaan sebagai pengendali mikroba patogen, adanya sejumlah personel
disertai pembagian tuga, serta adanya sistem kerja baku, maka tugas Panitia
Medik Pengendalian Infeksi adalah mengelola (managing) unsur-unsur penyebab
timbulnya infeksi nosokomial.
Pencegahan
artinya jangan sampai timbul, sedangkan pengendalian artinya meminimalisasi
timbulnya resiko. Dengan demikian tugas utama Panitia Medik Pengendalian adalah
mencegah dan mengendalikan infeksi dengan cara menghambat pertumbuhan dan
transmisi mikroba yang berasal dari “sumber” di sekitar penderita yang sedang
sakit.
2.7. Pengendalian dan Pencegahan Infeksi Nosokomial
Pembersihan
yang rutin sangat penting untuk meyakinkan bahwa rumah sakit sangat bersih dan
benar-benar bersih dari debu, minyak dan kotoran. Perlu diingat bahwa sekitar
90 persen dari kotoran yang terlihat pasti mengandung kuman. Harus ada waktu
yang teratur untuk membersihkan dinding, lantai, tempat tidur, pintu, jendela,
tirai, kamar mandi, dan alat-alat medis yang telah dipakai berkali-kali.
Pengaturan udara yang baik sukar dilakukan
di banyak fasilitas kesehatan. Usahakan adanya pemakaian penyaring udara,
terutama bagi penderita dengan status imun yang rendah atau bagi penderita yang
dapat menyebarkan penyakit melalui udara. Kamar dengan pengaturan udara yang
baik akan lebih banyak menurunkan resiko terjadinya penularan tuberkulosis. Selain
itu, rumah sakit harus membangun suatu fasilitas penyaring air dan menjaga
kebersihan pemrosesan serta filternya untuk mencegahan terjadinya pertumbuhan
bakteri. Sterilisasi air pada rumah sakit dengan prasarana yang terbatas dapat
menggunakan panas matahari.
Toilet rumah sakit juga harus dijaga,
terutama pada unit perawatan pasien diare untuk mencegah terjadinya infeksi
antar pasien. Permukaan toilet harus selalu bersih dan diberi disinfektan.
Disinfektan akan membunuh kuman dan mencegah penularan antar pasien. Disinfeksi
yang dipakai adalah:
1.
Mempunyai
kriteria membunuh kuman
2.
Mempunyai efek
sebagai detergen
3.
Mempunyai efek
terhadap banyak bakteri, dapat melarutkan minyak dan protein.
4.
Tidak sulit
digunakan
5.
Tidak mudah
menguap
6.
Bukan bahan yang
mengandung zat yang berbahaya baik untuk petugas maupun pasien Efektif
7.
Tidak berbau, atau tidak berbau tak enak
2.7.1. Perbaiki Ketahanan Tubuh
Di dalam tubuh manusia, selain ada bakteri
yang patogen oportunis, ada pula bakteri yang secara mutualistik yang ikut
membantu dalam proses fisiologis tubuh, dan membantu ketahanan tubuh melawan
invasi jasad renik patogen serta menjaga keseimbangan di antara populasi jasad
renik komensal pada umumnya, misalnya seperti apa yang terjadi di dalam saluran
cerna manusia. Pengetahuan tentang mekanisme ketahanan tubuh orang sehat yang
dapat mengendalikan jasad renik oportunis perlu diidentifikasi secara tuntas,
sehingga dapat dipakai dalam mempertahankan ketahanan tubuh tersebut pada
penderita penyakit berat. Dengan demikian bahaya infeksi dengan bakteri
oportunis pada penderita penyakit berat dapat diatasi tanpa harus menggunakan
antibiotika.
2.7.2. Ruangan Isolasi
Penyebaran
dari infeksi nosokomial juga dapat dicegah dengan membuat suatu pemisahan
pasien. Ruang isolasi sangat diperlukan terutama untuk penyakit yang
penularannya melalui udara, contohnya tuberkulosis, dan SARS, yang
mengakibatkan kontaminasi berat. Penularan yang melibatkan virus, contohnya DHF
dan HIV. Biasanya, pasien yang mempunyai resistensi rendah eperti leukimia dan
pengguna obat immunosupresan juga perlu diisolasi agar terhindar dari infeksi.
Tetapi menjaga kebersihan tangan dan makanan, peralatan kesehatan di dalam
ruang isolasi juga sangat penting. Ruang isolasi ini harus selalu tertutup
dengan ventilasi udara selalu menuju keluar. Sebaiknya satu pasien berada dalam
satu ruang isolasi, tetapi bila sedang terjadi kejadian luar biasa dan
penderita melebihi kapasitas, beberapa pasien dalam satu ruangan tidaklah
apa-apa selama mereka menderita penyakit yang sama.
2.7.3. Cara Pencegahan Infeksi
Nosokomial
Dengan
menggunakan Standar kewaspadaan terhadap infeksi, antara lain :
1. Cuci
Tangan
1.1.Setelah menyentuh darah, cairan tubuh,
sekresi, ekskresi dan bahan terkontaminasi.
1.2. segera
setelah melepas sarung tangan.
1.3. Di antara sentuhan dengan pasien.
2. Sarung
Tangan
2.1.Bila kontak dengan darah, cairan tubuh,
sekresi, dan bahan yang terkontaminasi.
2.2.Bila
kontak dengan selaput lendir dan kulit terluka.
3. Masker,
Kaca Mata, Masker Muka
3.1.Mengantisipasi bila terkena, melindungi selaput lendir mata, hidung,
dan mulut saat kontak dengan darah dan cairan tubuh.
4. Baju
Pelindung
4.1. Lindungi
kulit dari kontak dengan darah dan cairan tubuh
4.2. Cegah pakaian tercemar selama tindakan
klinik yang dapat berkontak langsung dengan darah atau cairan tubuh
5. Kain
5.1. Tangani kain tercemar, cegah dari
sentuhan kulit/selaput lendir
5.2. Jangan melakukan prabilas kain yang tercemar di area perawatan
pasien
6. Peralatan
Perawatan Pasien
6.1. Tangani peralatan yang
tercemar dengan baik untuk mencegah kontak langsung dengan kulit atau selaput
lendir dan mencegah kontaminasi pada pakaian dan lingkungan
6. 2. Cuci
peralatan bekas pakai sebelum digunakan kembali
7. Pembersihan
Lingkungan
7.1. Perawatan rutin, pembersihan dan desinfeksi
peralatan dan perlengkapan dalam ruang perawatan pasien
8. Instrumen
Tajam
8.1. Hindari memasang kembali penutup
jarum bekas
8.2. Hindari melepas jarum bekas dari
semprit habis pakai
8.3.Hindari membengkokkan, mematahkan atau
memanipulasi jarum bekas dengan tangan
8.4.Masukkan instrument tajam ke dalam tempat
yang tidak tembus tusukan
9.
Resusitasi Pasien
9.1.Usahakan gunakan kantong resusitasi atau
alat ventilasi yang lain untuk menghindari kontak langsung mulut dalam
resusitasi mulut ke mulut
10. Penempatan
Pasien
10.1.Tempatkan pasien yang mengontaminasi lingkungan dalam ruang pribadi
/ isolasi
2.7.4.
Program Pengendalian Infeksi Di RS
Dalam
mengendalikan infeksi nosokomial di rumah sakit, ada tiga hal yang perlu ada
dalam program pengendalian infeksi nosokomial di rumah sakit, antara lain:
1.
Adanya Sistem
Surveilan Yang Mantap
Surveilan
suatu penyakit adalah tindakan pengamatan yang sistematik dan dilakukan terus
menerus terhadap penyakit tersebut yang terjadi pada suatu populasi tertentu
dengan tujuan untuk dapat melakukan pencegahan dan pengendalian. Jadi tujuan
dari surveilan adalah untuk menurunkan risiko terjadinya infeksi nosokomial.
Perlu ditegaskan di sini bahwa keberhasilan pengendalian infeksi nosokomial
bukanlah ditentukan oleh canggihnya per-alatan yang ada, tetapi ditentukan oleh
kesempurnaan perilaku petugas dalam melaksanakan perawatan penderita secara
benar (the proper nursing care). Dalam pelaksanaan surveilan ini, perawat
sebagai petugas lapangan di garis paling depan, mempunyai peran yang sangat
menentukan,
2.
Adanya Peraturan
Yang Jelas Dan Tegas Serta Dapat Dilaksanakan, Dengan Tujuan Untuk Mengurangi
Risiko Terjadinya Infeksi
Adanya
peraturan yang jelas dan tegas serta dapat dilaksanakan, merupakan hal yang
sangat penting adanya. Peraturan-peraturan ini merupakan standar yang harus
dijalankan setelah dimengerti semua petugas; standar ini meliputi standar
diagnosis (definisi kasus) ataupun standar pelaksanaan tugas. Dalam pelaksanaan
dan pengawasan pelaksanaan peraturan ini, peran perawat besar
sekali.
3.
Adanya Program
Pendidikan Yang Terus Menerus Bagi Semua Petugas Rumah Sakit Dengan Tujuan
Mengembalikan Sikap Mental Yang Benar Dalam Merawat Penderita
Keberhasilan
program ini ditentukan oleh perilaku petugas dalam melaksanakan perawatan yang
sempurna kepada penderita. Perubahan perilaku inilah yang memerlukan proses
belajar dan mengajar yang terus menerus. Program pendidikan hendaknya tidak
hanya ditekankan pada aspek perawatan yang baik saja, tetapi kiranya juga aspek
epidemiologi dari infeksi nosokomial ini. Jadi jelaslah bahwa dalam seluruh
lini program pengendalian infeksi nosokomial, perawat mempunyai peran yang
sangat menentukan. Sekali lagi ditekankan bahwa pengendalian infeksi nosokomial
bukanlah ditentukan oleh peralatan yang canggih (dengan harga yang mahal)
ataupun dengan pemakaian antibiotika yang berlebihan (mahal dan bahaya
resistensi), melainkan ditentukan oleh kesempurnaan setiap petugas dalam
melaksanakan perawatan yang benar untuk penderitanya.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Jadi,
infeksi nososkomial dapat diartikan sebagai infeksi yang terjadi di rumah sakit
atauInfeksi Nosokomial adalah suatu organisme pada jaringan atau cairan
tubuh yang disertai suatu gejala klinis baik lokal maupun sistemik yang
diakibatkan agen penyebab terjadinya infeksi berupa bakteri, virus, ricketsia,
jamur, dan parasit.Selain itu infeksi nosokimial sangat mudah terjadi di tempat
kerja, sehingga kita harus mencegahnya dengan menjaga kebersihan baik alat
maupun tempat kerja serta dimana infeksi tersebut dapat terjadi.
3.2
Saran
Tidak ada komentar:
Posting Komentar