Total Tayangan Halaman

63331

Rabu, 09 Maret 2016

RESEPTOR PROGESTERON



BAB I
PENDAHULUAN

1.1   Latar Belakang
Tiap tumor mengandung protein atau antigen tertentu yang dapat digunakan sebagai pembantu mendiagnosis tumor tersebut. Imunohistokimia (IHC) adalah proses untuk menetapkan lokasi dan jenis protein (antigen) tersebut di dalam sel-sel jaringan. Tempat antigen dapat ditentukan bila kita dapat mengetahui dimana ikatan antibodi-antigen. Bila kandungan protein (antigen) yang terdapat di dalam sel-sel (tumor) diketahui, diagnosis dapat ditentukan, dan selanjutnya untuk merencanakan pengobatan dan meramalkan prognosis.
Semua sel memiliki reseptor pada permukaan, dalam sitoplasma dan inti sel. Pembawa pesan kimia tertentu seperti hormon mengikat reseptor ini dan ini menyebabkan perubahan dalam sel. Pada kanker payudara, ada tiga penerima yang digunakan sebagai penanda tumor yaitu reseptor estrogen (ER), reseptor progesteon (PR) dan HER2/nue. Pada makalah ini yang akan dibahas adalah reseptor progesterone sebagai penanda pada kanker payudara.
Sel-sel kanker dengan reseptor ini pertumbuhannya akan bergantung pada hormon yang terkait yaitu progesteron. Progesteron mempengaruhi banyak fungsi hormonal pada wanita, seperti perkembangan payudara. Jika sel-sel kanker payudara memiliki reseptor progesteron, kanker ini disebut kanker payudara PR-positif. Jika sel-sel tidak memiliki reseptor tersebut, kanker ini disebut PR-negatif. Sekitar dua pertiga dari kanker payudara adalah PR positif. Kanker payudara dengan reseptor hormon negatif tidak merespon pengobatan dengan terapi hormon, Pada kanker payudara PR-positif sel-sel ini umumnya sensitif terhadap terapi hormon seperti tamoxifen dan kelas baru obat yang disebut inhibitor aromatase yang menghambat efek progesteron. Melihat peranannya yang penting dalam penentuan pengobatan pada kanker payudara, makalah ini akan membahas lebih lengkap mengenai reseptor progesteron dan pemeriksaan imuhohistologi reseptor progesteron.
1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang kami ambil yaitu
-        Apa yang dimaksud dengan reseptor progesteron?
-        Bagaimana prosedur kerja pemeriksaan imunohistokimia reseptor progesteron ?
1.3  Tujuan Makalah
Tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
-      Menjelaskan tentang reseptor progesteron dalam ilmu Imunohistokimia.
-      Menjelaskan prosedur kerja pemeriksaan imunohistokimia reseptor progesteron.
1.4   Manfaat Makalah
-      Diharapkan dengan membaca makalah ini mahasiswa dapat mengetahui dan lebih memahami tentang Imunohistologi khususnya dalam hal pemeriksaan IHC reseptor progesteron.
-      Menambah pengetahuan mahasiswa untuk bekal penunjang sebelum melakukan praktikum imunohistokimia.











BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Imunohistokimia
Imunohistokimia adalah suatu metode kombinasi dari anatomi, imunologi dan biokimia untuk mengidentifikasi komponen jaringan yang memiliki ciri tertentu dengan menggunakan interaksi antara antigen target dan antibodi spesifik yang diberi label.
Dengan menggunakan imunohistokimia, kita dapat melihat distribusi dan lokalisasi dari komponen seluler spesifik diantara sel dan jaringan lain di sekitarnya dengan menggunakan mikroskop cahaya biasa. Komponen seluler tersebut dapat terlihat karena kompleks antigen-antibodi yang sudah dilabel akan memberikan warna yang berbeda dari sekitarnya. Pengecatan imunohistokimia banyak digunakan pada pemeriksaan sel abnormal seperti sel kanker. Molekul spesifik akan mewarnai sel-sel tertentu seperti sel yang membelah atau sel yang mati sehingga dapat dibedakan dari sel normal.
Langkah-langkah dalam melakukan imunohistokimia dibagi menjadi 2, yaitu preparasi sampel dan labeling. Preparasi sampel adalah persiapan untuk membentuk preparat jaringan dari jaringan yang masih segar. Preparasi sample terdiri dari pengambilan jaringan yang masih segar, fiksasi jaringan biasanya menggunakan formaldehid, embedding jaringan dengan parafin atau dibekukan pada nitrogen cair, pemotongan jaringan dengan menggunakan mikrotom, deparafinisasi dan antigen retrieval untuk membebaskan epitop jaringan, dan bloking dari protein tidak spesifik lain. Selanjutnya dilakukan bloking protein tidak spesifik, hal ini bertujuan untuk menutupi sisi protein lain, sehingga anti bodi tidak mengenali protein lain yang tidak dimaksud. Hal ini dapat mengurangi bias. Sampel labeling adalah pemberian bahan-bahan untuk dapat mewarnai preparat. Sampel labeling terdiri dari imunodeteksi menggunakan antibodi primer dan sekunder, pemberian substrat, dan counterstaining untuk mewarnai jaringan lain di sekitarnya.
Teknik imunohistokimia bermanfaat untuk identifikasi, lokalisasi, dan karakterisasi suatu antigen tertentu, serta menentukan diagnosis, terapi, dan prognosis kanker. Teknik ini diawali dengan pembuatan irisan jaringan (histologi) untuk diamati dibawah mikroskop. Interaksi antara antigen-antibodi adalah reaksi yang tidak kasap mata. Tempat pengikatan antara antibodi dengan protein spesifik diidentifikasi dengan marker yang biasanya dilekatkan pada antibodi dan bisa divisualisasi secara langsung atau dengan reaksi untuk mengidentifikasi marker.
Marker dapat berupa senyawa berwarna : Luminescence, zat berfluoresensi : fluorescein, umbelliferon, tetrametil rodhamin, logam berat : colloidal, microsphere, gold, silver, label radioaktif, dan enzim : Horse Radish Peroxidase (HRP) dan alkaline phosphatase. Enzim (yang dipakai untuk melabel) selanjutnya direaksikan dengan substrat kromogen (yaitu substrat yang menghasilkan produk akhir berwarna dan tidak larut) yang dapat diamati dengan mikroskop bright field (mikroskop bidang terang). Akan tetapi seiring berkembangnya ilmu pengetahuan khususnya dunia biologi, teknik imunohistokimia dapat langsung diamati (tanpa direaksikan lagi dengan kromogen yang menghasilkan warna) dibawah mikroskop fluorescense.
2.2 Prinsip Imunohistokimia
Prinsip IHC adalah bahwa antibodi akan berikatan secara spesifik dengan antigen. Antibodi akan “mencari“ lokasi antigen, dan berikatan dengan antigen. Tempat antigen dapat ditentukan bila kita dapat mengetahui dimana ikatan antibodi-antigen.
2.3 Metode dalam Imunohistokimia
Terdapat dua metode dasar identifikasi antigen dalam jaringan dengan imunohistokimia, yaitu metode langsung (direct method) dan tidak langsung (indirect method).
2.3.1 Metode langsung (direct method)
Metode langsung merupakan metode pengecatan satu langkah karena hanya melibatkan satu jenis antibodi, yaitu antibodi yang terlabel, contohnya antiserum terkonjugasi fluorescein isothiocyanate (FITC) atau rodhamin.
Tahapan          :
Antigen dilokalisasi satu tahap dengan antibodi yang dikonjugasi dengan marker.
Kelebihan       :
Sederhana, hasil cepat
Kekurangan    :
Tidak tampak morfologi latar, perlu antibodi terkonjugasi setiap antigen yang berbeda. Jarang digunakan di banding metode tidak langsung
2.3.2 Metode tidak langsung (indirect method).
Metode ini menggunakan dua macam antibodi, yaitu antibodi primer (tidak berlabel) dan antibodi sekunder (berlabel). Antibodi primer bertugas mengenali antigen yang diidentifikasi pada jaringan (first layer), sedangkan antibodi sekunder akan berikatan dengan antibodi primer (second layer). Antibodi kedua merupakan anti-antibodi primer.
Pelabelan antibodi sekunder diikuti dengan penambahan substrat berupa kromogen. Kromogen merupakan suatu gugus fungsi senyawa kimiawi yang dapat membentuk senyawa berwarna bila bereaksi dengan senyawa tertentu. Penggunaan kromogen fluorescent dye seperti FITC, rodhamin, dan Texas-red disebut metode immunofluorescence, sedangkan penggunaan kromogen enzim seperti peroksidase, alkali fosfatase, atau glukosa oksidase disebut metode immunoenzyme.
Tahapan         :
Dua langkah, pertama inkubasi dengan antibodi primer, kemudian antibodi sekunder
Kelebihan       :
Versatility, dan lebih sensitive dari pada metode langsung.
Kekurangan    :
Latar tidak tampak, dan harus dengan frozen section

Beberapa metode yang termasuk dalam indirect method adalah :
a.    Metode Peroxidase – anti – Peroxidase (PAP)
Adalah analisis imunohistokimia menggunakan tiga molekul peroksidase dan dua antibodi yang membentuk seperti roti sandwich. Teknik ini memanfaatkan afinitas antibodi terhadap antigen (enzim) untuk membentuk kompleks imun stabil sebagai perlawanan terhadap proses kimia terkonjugasi Fitur unik dari prosedur ini adalah larutan enzim – antibodi dan kompleks imun PAP. Enzim Horseradish Peroksidase, protein imunogenik, digunakan untuk menyuntik spesies tertentu dan merespon imun poliklonal yang dihasilkan terhadap enzim. Antiserum ini dipanen dan ditempatkan dalam larutan pada enzim sehingga membentuk kompleks imun yang larut.
b.   Metode Avidin-Biotin-Complex (ABC)
Adalah metode analisis imunohistokimia menggunakan afinitas terhadap molekul avidin- biotin oleh tiga enzim peroksidase. Situs pengikatan beberapa biotin dalam molekul avidin tetravalen bertujuan untuk amplifikasi dan merespon sinyal yang disampaikan oleh antigen target.
Labelled avidin biotin (LAB), 4-8 kali lebih sensitif dr ABC. Avidin sekarang telah tergantikan oleh streptavidin sehingga menjadi metode baru yaitu Labelled Streptavidin-Biotin (LSAB) dan modifikasi lain dr ABC seperti CSA.
2.4 Pengertian Reseptor Progesteron
Reseptor progesteron adalah sebuah protein yang mungkin hadir pada sel-sel tertentu yang dapat melampirkan molekul progesteron.  Istilah “RP positif” mengacu pada sel-sel tumor yang mengandung protein reseptor progesteron. Sel-sel ini umumnya sensitif terhadap terapi hormon seperti tamoxifen dan kelas baru obat yang disebut inhibitor aromatase yang menghambat efek progesterone.
Tamoxifen (Nolvadex) dapat digunakan untuk perempuan dari segala usia, sedangkan jenis obat yang disebut inhibitor aromatase (AI) menghentikan jaringan dan organ selain indung telur dari memproduksi estrogen. AI tidak boleh digunakan sendiri untuk wanita yang belum mengalami menopause.
Bagi wanita yang belum mengalami menopause, terapi hormon untuk ER tumor positif dan / atau PR mungkin termasuk menghentikan produksi estrogen dan progesteron dalam ovarium dengan operasi atau suntikan.
Reseptor progesteron (PR, juga dikenal sebagai NR3C3 atau reseptor nuclear subfamili 3, kelompok C, anggota 3), adalah protein yang ditemukan dalam sel. Hal ini diaktifkan oleh hormon steroid progesteron .
Pada manusia, PR dikodekan oleh PGR tunggal gen berada pada kromosom 11q22, memiliki dua bentuk utama, A dan B, yang berbeda dalam berat molekul mereka.
Antibodi terhadap PR berguna untuk mengukur tingkat relatif ekspresi reseptor progesteron pada jaringan kanker payudara. Antibodi ini diindikasikan untuk digunakan sebagai bantuan dalam manajemen, prognosis dan prediksi hasil kanker payudara.
2.5 Sejarah Penemuan Reseptor Progesteron
Sejak awal tahun 1960-an, reseptor progesterone ditemukan ketika penelitian tentang penyakit kanker payudara. Di dalam kanker payudara terdapat reseptor estrogen dan reseptor progesteron yang memberikan hasil pengobatan yang lebih baik, tanpa reseptor, hasil pengobatan hormonal kurang dari 5%, sedangkan yang reseptornya positif, 30-40%, atau bahkan hasil pengobatan 60-70% bila tumornya mempunyai kombinasi reseptor estrogen dan progesteron.
2.6 Struktur Senyawa Reseptor Progesteron
Secara umum dengan reseptor steroid lainnya, reseptor progesteron memiliki N-terminal domain regulasi, sebuah domain DNA mengikat , bagian engsel, dan C-terminal domain pengikatan ligan. Sebuah khusus fungsi aktivasi transkripsi (TAF), disebut TAF-3, hadir dalam progesteron reseptor-B, dalam segmen B-hulu (BUS) di terminal asam amino. Segmen ini tidak hadir dalam reseptor-A.
Description: Description: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/d/d2/PDB_2c7a_EBI.png
Gambar 1. Struktur reseptor progesterone (Progest_rcpt_N)
Description: Description: Protein PGR PDB 1a28.png



Gambar 2. Reseptor Progesteron
2.7 Mekanisme Kerja Reseptor Progesteron
Progesteron adalah hormon yang dikeluarkan oleh korpus luteum (massa sel yang terbentuk di ovarium di tempat di mana sel telur dilepaskan) setelah ovulasi. Progesteron berperan menyiapkan rahim untuk kehamilan. Bila kehamilan terjadi, produksi progesteron pada akhirnya akan dilakukan oleh plasenta. Bila kehamilan tidak terjadi, korpus luteum akan terpecah dalam 12-16 hari dan berhenti memproduksi progesteron, sehingga memicu menstruasi.
Progesteron diperlukan untuk menginduksi reseptor progesteron. Bila tidak ada hormon yang mengikat hadir terminal karboksil menghambat transkripsi. Mengikat hormon yang menginduksi perubahan struktural yang menghilangkan tindakan penghambatan. Setelah progesteron mengikat reseptor, restrukturisasi dengan dimerisasi berikut dan kompleks memasuki nukleus dan berikatan dengan DNA. Ada transkripsi terjadi sehingga pembentukan RNA yang diterjemahkan oleh ribosom untuk memproduksi protein tertentu.
Penelitian Graham et al. (2008) menyebutkan bahwa dimerisasi PR, ikatan dengan matriks nukleus dan ikatan PR dengan DNA dibutuhkan untuk pergerakan PR ke dalam nukleus. Ketika diaktifkan oleh ligan, PR bergerak ke dalam nukleus dan mempengaruhi aktivitas transkripsi. Homodimer PR-A atau PR-B bergerak dengan kecepatan yang sama dengan heterodime PR-A dan PR-B.
Mekanisme molekuler yang diatur oleh progesteron melalui transkripsi gen target progesterone reseptor (PR) mengalami perkembangan tiap tahunnya. Mekanismeligan-dependent melalui aktivasi reseptor setelah mengikat hormon pada LBD melibatkan langkah-langkah yang kompleks meliputi perubahan konformasional dan disosiasi multiprotein protein yang mengikat hormon seperti protein kaperon, heat shock protein (Hsp) atau imunofilin. Protein kaperon yang berperan dalam regulasi PR adalah Hsp90. Hsp90 dinamakan berdasarkan 90 kDa. Hsp90 menginaktifkan PR dengan berbagai cara, antara lain: 1) membloking akses pada DBD, 2) mengikat HBD pada PR sehingga konformasi tidak terlipat. PR setelah mengikat hormon, DBD tidak terbuka dan mengalami dimerisasi (Passinen, 2005). PR kemudian yang dimerisasi antara sekuen A dan sekuen B kemudian bergerak menuju nukleus dan berikatan dengan progesteron respon element pada DNA (Lin and Malley, 2003). DNA yang terikat pada reseptor ini meningkatkan transkripsi gen target melalui koaktivator reseptor steroid dan mengawali terbentuknya kompleks inisiasi transkripsi, Kompleks PR yang aktif dengan koaktivator diperantarai oleh helix ampifilik (LXXXL motif atau NR box) pada permukaan sebagian besar koaktivator.
Meskipun semua koaktivator tersebut mengaktifkan gen yang berikatan dengan PR, tetapi tidak semua diekspresikan sama pada semua sel. Kelompok koaktivator yang berbeda berinteraksi dengan reseptor DBD. DBD dibutuhkan progesterone reseptor untuk berikatan pada sekuen DNA respon elemen yang spesifik untuk progesterone. Koaktivator yang mengikat DBD belum banyak diketahui fungsinya, antara lain small nuclear ring finger protein (SNURF), GT198, dan protein HMG (Lin and Malley, 2003).
 Description: Description: http://sarmoko.blog.ugm.ac.id/files/2012/03/gambar-1-PR.jpg
Gambar 3. Transduksi signal hormon steroid secara umum. Ketika hormon steroid memasuki sel, hormon berikatan dengan reseptor. Molekul kaperon lepas dari reseptor setelah hormone terikat. Kompleks hormon-reseptor berikatan dengan DNA dan mempengaruhi transkripsi dan translasi protein

Description: Description: http://sarmoko.blog.ugm.ac.id/files/2012/03/gambar-2-PR2.jpg
Gambar 4. Transduksi signal yang melibatkan progesteron reseptor. Ketika progesterone memasuki sel, kompleks reseptor. Molekul kaperon lepas dari reseptor setelah progesterone terikat. Kompleks progesteron-reseptor berikatan dengan DNA dan mempengaruhi transkripsi dan translasi protein. CBP (CREB binding protein) dan SRC-1 berindak sebagai ko-aktivator PR.
Isoform progesterone receptor (PR-A maupun PR-B) diatur oleh fosforilasi, oleh karena itu keduanya disebut fosfoprotein. Regulasi transduksi sinyal dapat mengubah pola fosforilasi seperti halnya reseptor steroid yang lain. Beberapa perubahan tersebut karena perubahan langsung pada fosforilasi protein dan juga protein lain. Protein kinase yang memfosforilasi mempunyai target yang spesifik dan fosforilasi ini berakibat pada aktivitas reseptor berubah.
 Description: Description: http://sarmoko.blog.ugm.ac.id/files/2012/03/gambar-3-PR3.jpg
Gambar 5. Diagram sistematis daerah yang terfosforilasi pada progesteron reseptor (PR-A dan PR-B). Semua daerah yang terfosforilasi berada di daerah NH2 terminal kecuali Ser676. Ser554 sangat dekat antara antara AF-1 dan DBD.
2.8  Peranan Reseptor Progesteron Dalam Sistem Biologis
Reseptor progesteron memiliki peranan pada regulasi proses proliferasi sel kanker payudara, yang tidak kalah pentingnya dengan reseptor estrogen. Hormon progesteron menginduksi proliferasi sel sehingga dapat memacu kanker. Efek proliferasi ini dapat dihambat dengan pengeblokan reseptor tersebut oleh senyawa yang mampu berkompetisi dengan hormon progesteron, yang dikenal sebagai Selective Progesterone Receptor Modulators Docking Kurkumin dan Senyawa Analognya (Hoffman, 2004). Antagonis progesteron juga menunjukkan aktivitas antikanker yang lebih baik daripada tamoksifen.
Analog kurkumin PGV-0, PGV-1, HGV-0, HGV-1, yang memiliki rangka mirip dengan kurkumin, diperkirakan memiliki kemampuan yang sama dengan kurkumin sebagai antikanker payudara. Penelitian ini dirancang untuk mengetahui afinitas dan interaksi antara kurkumin dan senyawa analognya dengan reseptor progesteron menggunakan metode komputasi, melalui proses docking. Selain itu metode ini dapat menunjukkan interaksi yang terjadi antara kurkumin dan senyawa analognya dengan reseptor progesterone IA28. Hasil dari penelitian ini kemudian dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan penelitian eksperimental selanjutnya.
2.9  Penyakit Yang Berhubungan Dengan Reseptor Progesteron
Penyakit yang berhubungan dengan reseptor ini yang sedang dibicarakan di kalangan ilmuan adalah penyakit kanker payudara. Dampak emosional dari diagnosa kanker, gejala, pengobatan, dan isu-isu terkait dapat menyebabkan semakin parah. Sebagian besar rumah sakit yang lebih besar berhubungan dengan kelompok-kelompok pendukung kanker yang menyediakan lingkungan yang mendukung untuk membantu pasien mengatasi dan mendapatkan perspektif dari penderita kanker. Kelompok kanker dukungan online juga sangat bermanfaat bagi pasien kanker, terutama dalam menghadapi masalah ketidakpastian dan tubuh-citra yang melekat dalam pengobatan kanker. Tidak semua pasien kanker payudara mengalami penyakit mereka dengan cara yang sama. Faktor-faktor seperti usia dapat memiliki dampak yang signifikan terhadap cara berupaya pasien dengan diagnosis kanker payudara. Wanita premenopause dengan estrogen reseptor positif kanker payudara harus menghadapi masalah menopause dini disebabkan oleh banyak rejimen kemoterapi digunakan untuk mengobati kanker payudara mereka, terutama yang menggunakan hormon untuk menetralkan fungsi ovarium.
Di sisi lain, sebuah studi terbaru yang dilakukan oleh para peneliti di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Georgia menunjukkan bahwa wanita yang lebih tua mungkin menghadapi pemulihan yang lebih sulit dari kanker payudara dari rekan-rekan mereka yang lebih muda.


BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Source
a.      Antibodi Primer
-        Name                          : Monoclonal Mouse Anti-Human                                                       Progesterone Reseptor
-        Clone                          : PgR 636
-        Supplier                      : DAKO FLEX
-        Catalog Number         : 307141EFG_003
b.     Antibodi Sekunder
-        Name                         : Polyclonal Rabbit Anti-Human                                                         Progesterone Reseptor
-        Clone                          : Nr. A0098
-        Supplier                      : DAKO
-        Catalog Number         :  A0098/EFG/JFC/14.06.05 
3.2 Tujuan Pemeriksaan
Pengujian IHC ini dapat mendeteksi reseptor progesteron dalam sel-sel kanker dari sampel jaringan yang nantinya berguna dalam penilaian status reseptor progesteron dalam karsinoma payudara manusia.
3.3 Sampel Pemeriksaan
Sampel berupa jaringan mungkin berasal dari biopsi (pengangkatan sejumlah kecil jaringan untuk diteliti di bawah mikroskop), atau dari operasi untuk menghapus semua tumor dan sebagian atau seluruh payudara.



3.4 Additional Information
3.4.1 Kontrol Positif              
            Idealnya kontrol positif harus dapat mengekspresikan PR seperti pada jaringan kanker payudara walaupun  rendah sebagai alternatif, leher rahim jinak dapat digunakan.
3.4.2 Kontrol Negatif
Kontrol negatif yang direkomendasikan adalah DAKO FLEX Negative Control, Mouse (Link) (Code IR750) .
3.4.3 Standart Method
            Metode Standar yang digunakan adalah metode LSAB ( Labelled Streptavidin-Biotin)
Metode LSAB adalah metode analisis imunohistokimia menggunakan afinitas terhadap molekul streptavidin- biotin oleh tiga enzim peroksidase. Situs pengikatan beberapa biotin dalam molekul streptavidin tetravalen bertujuan untuk amplifikasi dan merespon sinyal yang disampaikan oleh antigen target.
3.4.4 Chromogen Substrate
            Substrat Kromogen yang digunakan adalah Diaminobenzidine (DAB)
3.4.5 Counterstain
            Pewarna pembanding yang digunakan adalah Hematoksilin Lilie-Mayer
3.5 Prosedur Pulasan Imunohistokimia
3.5.1 Persiapan Spesimen
Sebelum dilakukan pewarnaan IHC, sediaan jaringan dipotong dari blok paraffin menggunakan mikrotom dengan ketebalan 4 μm dan sediaan jaringan harus difiksasi terlebih dahulu.  



3.5.2 Pewarnaan IHC
a.    Dilakukan deparaffinisasi, Teteskan  Xylol 2x10 menit
b.   Kemudian dilakukan rehidrasi dengan alcohol bertingkat dan reaksi blocking dengan 0.5% H2O2.
c.    Selanjutnya dilakukan antigen retrieval menggunakan microwave pada power level tinggi selama 5 menit dan power level rendah selama 5 menit.
d.   Setelah didinginkan dan dicuci dengan PBS, dilakukan blocking terhadap aktifitas non spesifik binding site dengan Normal Horse Serum selama 20 menit
e.    Lalu dilakukan inkubasi selama satu malam dengan Monoclonal Mouse Anti Human Progesteron Receptor Clone PgR 636 DAKO.
f.    Setelah dicuci dengan PBS sediaan diinkubasi dengan antibodi sekunder Polyclonal Rabbit Anti Human Immunoglobuline DAKO selama 30 menit
g.   Kemudian dicuci dengan PBS, dan diinkubasi kembali dengan Streptavidin DAKO selama 60 menit,
h.   Selanjutnya sediaan diinkubasi dengan chromogen Diaminobenzidine (DAB) dalam Tris HCl ph 7,6 selama 10 menit
i.     Dilakukan counterstain dengan Hematoksilin Lilie-Mayer lemah,
j.     Dehidrasi dalam alkohol bertingkat, clearing dalam xylol dan ditutup dengan entelan untuk dinilai oleh ahli patologi.
Catatan : Untuk meminimalkan pemudaran, simpan slide dalam ruang gelap pada suhu kamar (20-25 ºC).
3.6 Interpretasi Hasil
Interpretasi klinis setiap pewarnaan atau ketiadaan harus dilengkapi dengan studi morfologi menggunakan kontrol yang tepat dan harus dievaluasi dalam konteks sejarah klinis pasien dan tes diagnostik lainnya oleh ahli patologi yang berkualitas.
Penilaian dilakukan menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 400x. Terdapat beberapa cara penilaian untuk Reseptor progesteron, diantaranya yaitu :
a.      Reseptor progesteron dikatakan positif apabila ≥ 10% inti tercat coklat.
b.     Sistem skoring yang banyak direkomendasikan adalah Quick score (Allred Score) yang menggabungkan intensitas dan proporsi sel yang tercat positif, dengan skor maksimal 8, semakin tinggi skor, semakin banyak reseptor yang ditemukan.

Tabel 1. Quick (Allred) Score untuk menilai ekspresi reseptor hormonal
Intensity of
Immunoreactivity
Score
Proportion reactive
Score
No reactivity
0
No reactivity
0
Weak reactivity
1
<1% nuclei reactive
1
Moderate
2
1-10% nuclei reactive
2
Strong reactivity
3
11-33% nuclei reactive
3

-
34-66% nuclei reactive
4

-
67-100% nuclei reactive
5



Gambar 6. Ekspresi PR (+) dengan intensitas kuat


Gambar 7. Ekspresi PR (+) dengan intensitas sedang


Gambar 8. Ekspresi PR (-) negatif








BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Semua sel memiliki reseptor pada permukaannya, dalam sitoplasma dan inti sel. Utusan kimia tertentu seperti hormon mengikat reseptor ini dan ini menyebabkan perubahan dalam sel. Reseptor Progesteron (PR) adalah salah satu penerima yang digunakan sebagai penanda pada tumor kanker payudara.
Immunohistokimia (IHC) saat ini merupakan metode standar untuk menentukan status reseptor hormonal. Pengujian IHC ini dapat mendeteksi reseptor progesteron dalam sel-sel kanker dari sampel jaringan yang nantinya berguna dalam penilaian status reseptor progesteron dalam karsinoma payudara manusia.
4.2 Saran
Pada tahapan fiksasi harus diperhatikan dengan baik karena fiksasi yang kurang bagus dapat mempengaruhi hasil PR dan kontrol yang positif kuat, positif lemah, dan negatif harus ada pada setiap proses pewarnaan IHK. Level PR perlu dinilai pada masing-masing penderita karena reseptor progesteron yang negatif mengidentifikasikan respons yang kurang terhadap terapi hormonal. Pada kasus dengan ER positif lemah namun PR positif kuat, terapi hormonal masih dapat memberikan hasil yang cukup bagus.








DAFTAR PUSTAKA

E.P.Ika Kartika, Heni Maulani, Henny Sulastri, Yuwono,2009, Ekspresi Protein Her-2/Neu, Status Reseptor Estrogen Dan Progesteron Pada Berbagai Derajat Keganasan Karsinoma Payudara Duktal Invasif Wanita Usia Muda, Fakultas Kedokteran.Universitas Sriwijaya, Palembang
Hoffman, 2004, Progesterone Receptor Antagonists Prevent Carcinogen-Induce Cancer in Rats, Experimental Oncology, Berlin
http://kamuskesehatan.com/arti/progesteron/6 -Maret-2015
http://en.wikipedia.org/wiki/Progesterone_receptor/6- Maret-2015
http://sarmoko.blog.ugm.ac.id/2012/03/25/transduksi-signal-reseptor-progesteron-pr/6- Maret-2015
http://books.google.co.id/Penatalaksanaan Kanker Payudara Terkini - Halaman xvii./6- Maret-2015
http://blog.ub.ac.id/annazukia/2013/05/14/imunohistokimia/
http://www.breastcancer.org/symptoms/diagnosis/hormone_status/read_results
http://abulkhairabd.blogspot.com/2013/02/progesteron-receptor.html
Verma, S.P., Goldin, B.R., and Lin, P.S., 1998, The Inhibition of The Estrogen Effects of Pesticides and Enviromental Chemicals by Curcumin and Isoflavonoids, Environ Health Perspect, 106, 12: 807–812
W.Jimmy Hadi,2010, Peranan Status Hormonal Er, Pr Dan Her-2/Neu dengan Terapi Kanker Payudara, Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma, Surabaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar